Saya terlahir sebagai 'blasteran' heterozigot hasil persilangan dua galur murni. Bapak saya seorang Jawa aseli, lahir dan besar di Solo. Ibu seorang sunda tulen asal dari Tasikmalaya. Menurut dongeng dari sodara-saodara dari pihak ibu ada sedikit turunan chinese, yang entah dari generasi keberapa. Yang pasti itu menyebabkan ada sebagian dari anggota keluarga kami yang berkulit cerah dan bermata sipit. Salah satunya adalah saya.

Sebagai produk dua kultur -yang berbeda tetapi tetap satu jua- sering saya menemukan hal-hal menarik yang kemudian saya banding-bandingkan antara satu dan yang lainnya. Tapi tidak pernah sampai pada kesimpulan bahwa pihak satu jauh lebih baik dari pihak lainnya. Dan kalau hasil akhirnya saya cenderung menjadi 'sunda pisan' itu tentu saja karena hampir seluruh hidup saya dihabiskan di tanah Pasundan.

Dari kedua budaya ini ada suatu kebiasaan budaya itung-itungan untuk menentukan hari-hari penting seperti hajatan, mendirikan rumah, mencari pekerjaan, dll. sesuatu yang masih sifatnya wajib-dipake-kalo-ga-kualat-lo- baik oleh pihak keluarga bapak maupun ibu. Padahal menurut saya secara rasional semua hari itu baik untuk melakukan hal apapun selama tidak disertai niat jahat. Dan karena punya pemikiran begini ibu saya sering bilang: "Ulah nyarios kitu, pamali" (Jangan ngomong begitu, pamali).

Maka ketika tengah ramai gosip di lingkungan tetangga tentang sepasang tetangga yang rumah tangganya berantakan, saya pun nyeletuk: "...tuh pan, mesing diutang-itung ge angger we buntung...". dan ibu saya pun tak kalah sengitnya membalas: "... ngitung itu sebagian dari ikhtiar..."

Baiklah bunda, saya tidak akan membantah. Bukan soal ini saja yang saling bertolak belakang antara saya denga para tetua keluarga. tak jarang beda pendapat ini menimbulkan konflik orangtua-anak yang sering bikin hati kesal. Dan salah satu topik hangat yang menyangkut diri saya apalagi kalau bukan soal jodoh.

Seseorang pernah bilang bahwa apa yang terjadi pada diri saya saat ini (telat jodo) adalah akibat 'kualat' karena terlalu punya pikiran yang 'mahiwal'. Mahiwal artinya menyimpang, jauh keluar dari aturan mainstream yang dianut umum. Lalu salahkah saya kalau saya menjadi pribadi yang cenderung berbeda? Dan apakah ada jaminan jika saya hidup lebih 'nurut' maka nasib saya hari ini akan sama seperti apa yang dikatakan para tukang itung itu??

Mungkin memang beginilah nasib manusia yang lahir dari kondisi 'menengah'. setengah sunda-jawa. Bukan metropolis tapi ndeso juga kagak. Di rumah konservatif, pergi keluar jadi liberal... Konflik selalu lahir manakala dua kepentingan itu bertemu. Tapi dari setiap pertentangan selalu ada proses adaptasi untuk menemukan suasana yang bisa diterima oleh si aku tapi tetap tanpa mengurangi rasa hormat pada para senior. Cara paling mudah adalah diam jangan banyak membantah namun tetap menjadi diri sendiri. Pada beberapa situasi akan sangat sulit -terutama jika berhadapan dengan prinsip pribadi- tapi itu jauh lebih baik ketimbang berlama-lama perang saudara. Bertengkar dengan orang-orang terdekat itu sangat tidak menyenangkan.

In the end, I like stay in the middle. It feels warmer than being outsider
It's important to have more information before you say "no".

It's even more important to have that information before you say "yes".

Cek & Ricek

by on December 24, 2010
It's important to have more information before you say "no". It's even more important to have that information before yo...

"Some people think that it's holding on that makes one strong, Sometimes it's letting go." (Anonymous)


Ironi kehidupan adalah kita tidak selalu mendaptkan apa yang diinginkan. Setelah menentukan pilihan pun, keragu-raguan kadang menghadang di depan mata, membayangi hidup seakan ingin memastikan bahwa keputusan yang baru saja dipilih itu salah, tergoda oleh godaan salah atau benar, tidak pernah yakin mana yang tepat.


Katanya, ketika berhadapan dengan membuat sebuah keputusan, laki-laki bisa lebih logis ketimbang perempuan yang sering lebih mengandalkan perasaan. Dalam kasus saya, saya lakukan apa yang pada umumnya perempuan lakukan. Bingung, sedih, marah, kecewa dicampur aduk dalam dada. Pikiran meloncat kesana kemari mengikuti dorongan emosi. Ketika akhirnya hati mulai kelelahan dan menyerah, sisi maskulin saya baru bicara, dan kemudian mambimbing saya untuk segara mulai memilih dengan logika.


Dan pada akhirnya, Saya memang lebih memilih untuk 'menyerah'.


I surrender, but not give up.


Maybe because love is not a must, a win or lose situation, a right or wrong decision, a calculative mathematical stuff or something that is taken for granted. Maybe it's because it's all bout intuition. The victims (whoever that might be) didn't do anything to deserve it.


Well, I hope it's not a denial. I consider as good news for me...


Life is to choose!

Memilih Untuk Menang

by on December 24, 2010
"Some people think that it's holding on that makes one strong, Sometimes it's letting go." (Anonymous) Ironi kehidupan ad...
Jodoh. Dimanakah kamu berada??

Sebenarnya bukan karena masalah kriteria. Saya tidak pernah menerapkan standar yang terlalu tinggi-harus yang ganteng, yang pintar, yang kerjanya di kantor anu, yang duitnya banyak... Setiap jatuh cinta, bukan standar fisik yang membuat hati ini tergetar, tapi lebih sering pada standar 'hati'.

Dan itu justru mempersulit. Standar hati yang saya gunakan adalah perasaan sendiri, yang kadangkala lepas dari logika. Saya tergolong orang yang tidak mudah jatuh cinta. Tapi begitu perasaan itu terketuk, saya akan cinta mati luar biasa pada orang yang saya cintai. Fokus perasaan saya akan tertuju hanya pada satu orang itu dan menutup hati untuk cinta lain.

Bahkan pada seseorang yang saya tahu tidak memberikan harapan yang jelas di masa yang akan datang. Saya dengan relanya 'menunggu', rela bertahan demi untuk mendapatkan sebuah kejelasan, apakah saya akan bahagia ataukah tersakiti. Hingga akhirnya hati ini cape sendiri dan memutuskan untuk 'menyerah'.

Bodohkah saya?? Mungkin memang iya..
Usia saya sudah kepala 3, tapi fikiran masih ABG umur 13...


Tuhan menciptakan Anda sebagai jiwa yang dikasihi-Nya, yang tidak direncanakan untuk dinistai oleh orang lain atas nama cinta.

Jika dia mencintai Anda, dia tak akan mampu menyakiti Anda, atau merendahkan Anda, dan tidak akan mengkhianati Anda dan mengatakan bahwa Anda adalah sebab dari pengkhianatannya.

Perpisahan dari orang seperti itu adalah perpisahan emas.
The Golden Goodbye

Mario Teguh

Tepat Seperti Yang Aku Butuhkan

by on December 22, 2010
Tuhan menciptakan Anda sebagai jiwa yang dikasihi-Nya, yang tidak direncanakan untuk dinistai oleh orang lain atas nama cinta. Jika dia me...

Around my neighbourhood